sang saka

sang saka
berkibarlah benderakuh, lambang suci gaga berani. berkibarlah di seluruh tanah indonesia

INDONESIA RAYA

halaman utama

Senin, 22 Februari 2010

Klaim Ambalat, Malaysia Gunakan Peta Sipadan (2)

proindonesia :
text TEXT SIZE :
Share
Lusi Catur Mahgriefie - Okezone

JAKARTA - Sengketa blok Ambalat yang melibatkan Indonesia-Malaysia terus berlanjut. Hal ini kembali mencuat setelah untuk kesekian kalinya, kapal Malaysia berada di wilayah itu pada pekan lalu.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, Senin 25 Mei lalu, KRI Untung Suropati yang sedang berpatroli di wilayah Ambalat mendapati kapal perang milik angkatan laut Malaysia yakni KD Yu-3508. KD Yu mengatakan, tujuannya ke Tawau namun KRI Untung Suropati berhasil mengusirnya.

Lalu pada 29 Mei belasan kapal berbendera Malaysia berhasil terdeteksi pesawat pengintai TNI Angkatan Udara di perairan batas terluar blok Ambalat. Salah satu diantaranya adalah kapal perang patroli Jerong milik Tentara Diraja Malaysia.

Diduga kuat, ini merupakan tindakan Malaysia guna meningkatkan patrolinya setelah peristiwa pengusiran pada 25 Mei.

Kejadian itu semakin menguatkan indikasi bahwa Malaysia akan mengklaim Ambalat sebagai miliknya. Meski sejak tahun lalu, Malaysia secara terang-terang mengakui Ambalat miliknya.

Untuk klaim ini, Malaysia menggunakan kepemilikannya atas Sipadan-Ligitan pada 17 Desember 2002 lalu.

Setelah "menang" dan memiliki Sipadan, Malaysia menganggap garis batas kedua negara dengan otomatis mengalami penyesuaian, karena diukur dari Sipadan-Ligitan. Hal ini sebagai perwujudan peta 1979 yang dibuat secara sepihak oleh Malaysia.

Pada peta itu, Malaysia menganut aturan 70 mil laut, sedangkan Indonesia berdasarkan konvensi internasional, gunakan batas 12 mil laut yaitu united nation convention law of sea atau UNCLOS yang diakui PBB.

Perlu diketahui, peta itu tidak disetujui negara-negara tetangga lantaran mencaplok banyak wilayah. Negara yang tak setuju seperti Singapura, Inggris yang mewakili Brunei Darussalam, Filipina, Thailand, dan Vietnam.

Dalam peta itu, Malaysia secara sepihak membuat perbatasan maritimnya sendiri dengan memasukan blok maritim Ambalat ke dalam wilayahnya, yaitu dengan memajukan koordinat arah utara melewati pulau Sebatik.

(Diolah dari berbagai sumber) (lsi)

Ambalat


proindonesia : Ambalat adalah blok laut luas mencakup 15.235 kilometer persegi yang terletak di Laut Sulawesi atau Selat Makassar dan berada di dekat perpanjangan perbatasan darat antara Sabah, Malaysia, dan Kalimantan Timur, Indonesia. Penamaan blok laut ini didasarkan atas kepentingan eksplorasi kekayaan laut dan bawah laut, khususnya dalam bidang pertambangan minyak. Blok laut ini tidak semuanya kaya akan minyak mentah.

AWAL PERSENGKATAAN
Persoalan klaim diketahui setelah pada tahun 1967 dilakukan pertemuan teknis pertama kali mengenai hukum laut antara Indonesia dan Malaysia. Kedua belah pihak bersepakat (kecuali Sipadan dan Ligitan diberlakukan sebagai keadaan status quo lihat: Sengketa Sipadan dan Ligitan). Pada tanggal 27 Oktober 1969 dilakukan penandatanganan perjanjian antara Indonesia dan Malaysia, yang disebut sebagai Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia - Malaysia, [1] kedua negara masing2 melakukan ratifikasi pada 7 November 1969, tak lama berselang masih pada tahun 1969 Malaysia membuat peta baru yang memasukan pulau Sipadan, Ligitan dan Batu Puteh (Pedra blanca) tentunya hal ini membingungkan Indonesia dan Singapura dan pada akhirnya Indonesia maupun Singapura tidak mengakui peta baru Malaysia tersebut. Kemudian pada tanggal 17 Maret 1970 kembali ditanda tangani Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia. [2] Akan tetapi pada tahun 1979 pihak Malaysia membuat peta baru mengenai tapal batas kontinental dan maritim dengan yang secara sepihak membuat perbatasan maritimnya sendiri dengan memasukan blok maritim Ambalat ke dalam wilayahnya yaitu dengan memajukan koordinat 4° 10' arah utara melewati Pulau Sebatik. [3] Indonesia memprotes dan menyatakan tidak mengakui klaim itu, merujuk pada Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia - Malaysia tahun 1969 dan Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia tahun 1970. Indonesia melihatnya sebagai usaha secara terus-menerus dari pihak Malaysia untuk melakukan ekspansi terhadap wilayah Indonesia. Kasus ini meningkat profilnya setelah Pulau Sipadan dan Ligitan, juga berada di blok Ambalat, dinyatakan sebagai bagian dari Malaysia oleh Mahkamah Internasional.

AKSI SEPIHAK
* Tgl 21 Februari 2005 di Takat Unarang {nama resmi Karang Unarang) Sebanyak 17 pekerja Indonesia ditangkap oleh awak kapal perang Malaysia KD Sri Malaka,
* Angkatan laut Malaysia mengejar nelayan Indonesia keluar Ambalat.
* Malaysia dan Indonesia memberikan hak menambang ke Shell, Unocal dan ENI. [3]
* Berkaitan dengan itu pula surat kabar Kompas mengeluarkan berita bahwa Menteri Pertahanan Malaysia telah memohon maaf berkaitan perkara tersebut [4]. Berita tersebut segera disanggah oleh Menteri Pertahanan Malaysia yang menyatakan bahwa kawasan tersebut adalah dalam kawasan yang dituntut oleh Malaysia, dengan itu Malaysia tidak mempunyai sebab untuk memohon maaf karena berada dalam perairan sendiri. Sejajar dengan itu, Malaysia menimbang untuk mengambil tindakan undang-undang terhadap surat kabar KOMPAS yang dianggap menyiarkan informasi yang tidak benar dengan sengaja.
o Pemimpin Redaksi Kompas, Suryopratomo kemudian membuat permohonan maaf dalam sebuah berita yang dilaporkan di halaman depan harian tersebut pada 4 Mei 2005, di bawah judul Kompas dan Deputi Perdana Menteri Malaysia Sepakat Berdamai.[5]
* Pada koordinat: 4°6′03.59″N 118°37′43.52″E / 4.1009972°N 118.6287556°E / 4.1009972; 118.6287556 terjadi ketegangan yang melibatkan kapal perang pihak Malaysia KD Sri Johor, KD Buang dan Kota Baharu berikut dua kapal patroli sedangkan kapal perang dari pihak Indonesia melibatkan KRI Wiratno, KRI Tongkol, KRI Tedong Naga KRI K.S. Tubun, KRI Nuku dan KRI Singa [6] yang kemudian terjadi Insiden Penyerempetan Kapal RI dan Malaysia 2005, yaitu peristiwa pada tgl. 8 April 2005 Kapal Republik Indonesia Tedong Naga (Indonesia) yang menyerempet Kapal Diraja Rencong (Malaysia) sebanyak tiga kali, akan tetapi tidak pernah terjadi tembak-menembak karena adanya Surat Keputusan Panglima TNI Nomor: Skep/158/IV/2005 tanggal 21 April 2005 bahwa pada masa damai, unsur TNI AL di wilayah perbatasan RI-Malaysia harus bersikap kedepankan perdamaian dan TNI AL hanya diperbolehkan melepaskan tembakan bilamana setelah diawali adanya tembakan dari pihak Malaysia terlebih dahulu.
* Shamsudin Bardan, Ketua Eksekutif Persekutuan Majikan-majikan Malaysia (MEF) menganjurkan agar warga Malaysia mengurangi pemakaian tenaga kerja berasal dari Indonesia
* Pihak Indonesia mengklaim adanya 35 kali pelanggaran perbatasan oleh Malaysia.[7]
* Tgl 24 Februari 2007 pukul 10.00 WITA, yakni kapal perang Malaysia KD Budiman dengan kecepatan 10 knot memasuki wilayah Republik Indonesia sejauh satu mil laut, pada sore harinya, pukul 15.00 WITA, kapal perang KD Sri Perlis melintas dengan kecepatan 10 knot memasuki wilayah Republik Indonesia sejauh dua mil laut yang setelah itu dibayang-bayangi KRI Welang, kedua kapal berhasil diusir keluar wilayah Republik Indonesia.
* Tgl 25 Februari 2007 pukul 09.00 WITA KD Sri Perli memasuki wilayah RI sejauh 3.000 yard yang akhirnya diusir keluar oleh KRI Untung Suropati, kembali sekitar pukul 11.00, satu pesawat udara patroli maritim Malaysia jenis Beech Craft B 200 T Superking melintas memasuki wilayah RI sejauh 3.000 yard, kemudian empat kapal perang yakni KRI Ki Hadjar Dewantara, KRI Keris, KRI Untung Suropati dan KRI Welang disiagakan. [8]

Minggu, 21 Februari 2010

MARINIR BERANGKAT KE AMBALAT


proindonesia :Sebanyak 700 personel atau setara satu Batalyon Pasukan Marinir (Pasmar) I Surabaya,
telah dipersiapkan dengan persenjataan lengkap untuk mengantisipasi pengamanan blok minyak
di Ambalat, Laut Sulawesi. Sebanyak 700 personel pasukan itu tampak ketika melakukan apel
organik pasukan dari Batalyon Infanteri (Yonif) 1, Brigif I, bersama dengan 3.000 lebih
personel lainnya di Bumi Marinir Karang Pilang Surabaya, Selasa (9/3) pagi, dengan
Komandan Upacara Komandan Pasmar I, Brigjen TNI (Mar) Baharudin.

"Marinir tidak mau dikatakan tidak siap. Makanya kalau ada perintah dikirim ke perbatasan
Indonesia-Malaysia, akan dikirim pasukan Yonif 1 ini lengkap dengan peralatannya," tegas
Baharudin. Persenjataan yang dipersiapkan antara lain, enam pucuk Roket RM-70 yang baru
dibeli TNI AL beberapa tahun lalu dari Chekoslovakia.

Baharudin menyatakan, roket yang pernah diujicobakan di Puslatpur Marinir Asembagus,
Situbondo itu memiliki daya jelajah sekitar 20 kilometer dengan daya ledak bisa
menghancurkan kawasan dalam radius dua kilometer. Roket tersebut juga akan berguna untuk
digunakan dalam pertempuran laut.

Selain roket, pasukan baret ungu itu juga dilengkapi dengan persenjataan artileri, yakni
Howitzer-105 dan Howitzer-122. Karena itu, meskipun secara organik pasukan tersebut
berasal dari Yonif 1, namun juga didukung oleh Resimen Artileri dan pasukan elit Marinir,
Taifib. "Jadi kalau sewaktu-waktu kami diminta ke perbatasan, kami sudah siap. Istilahnya
kami ini stand by dan on call, meskipun belum ada siaga satu dan sebagainya. Sampai
sekarang belum ada kondisi siaga," papar jenderal marinir berbintang satu asal Pamekasan,
Madura itu.

Sebelumnya, Sabtu empat hari lalu Pasmar I juga sudah mengirim sebanyak 150 personel atau
satu kompi plus Marinir yang ditempatkan di Tarakan dan Pulau Sebatik dengan menggunakan
pesawat Hercules dari Surabaya. Keberadaan pasukan itu untuk mengantisipasi kemungkinan
terburuk menyusul adanya manuver pesawat dan kapal perang Malaysia di sekitar Laut Sulawesi.

Apel organik yang diikuti 3.710 pasukan marinir tersebut merupakan apel tiga bulanan untuk
mengecek kesiapan pasukan tersebut dalam menghadapi penugasan mendadak. Hampir seluruh
kekuatan senjata dan personel ditampilkan dalam apel tersebut. "Ini apel rutin, cuma
kebetulan sekarang situasinya berbeda, yakni ada masalah dengan Malaysia," katanya.

Selain mempersiapkan pasukan untuk pengamanan perbatasan, Pasmar I juga mempersiapkan
pasukan Yonif 5 Marinir untuk dikirim ke Nangroe Aceh Darussalam (NAD) menggantikan Yonif
3 yang sudah lama bertugas di daerah bekas bencana gempa dan tsunami itu. Baharudin hanya
menambahkan belum tahu kapan pengiriman pasukan ke perbatasan RI-Malaysia maupun ke Aceh.

sumber : tempo.co.id

Sabtu, 13 Februari 2010

PEMERINTAHAN INGGRIS DUKUNG INTEGRASI PAPUA KE NKRI

proindonesiaayapura ( Berita ) : Pemerintah Kerajaan Inggris mendukung sepenuhnya integrasi Papua dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menolak segala bentuk aktivitas yang mengarah pada tuntutan untuk memerdekakan diri dari wilayah Indonesia.

Hal tersebut disampaikan Duta Besar Kerajaan Inggris untuk Indonesia, Martin Hatfull usai melakukan dialog khusus dengan Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu,SH di Jayapura, Senin [14/09] . “Pemerintah Kerajaan Inggris mendukung posisi Papua yang untuk tetap bersatu dengan Indonesia,” tegasnya.

Walaupun demikian lanjutnya, masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki dan dibenahi berkaitan dengan kondisi sosial dan politik di Papua dalam rangka mengakomodir aspirasi rakyat di provinsi paling timur Indonesia ini.

Oleh sebab itu lanjutnya, pemerintah Kerajaan Inggirs yang dipimpin Ratu Elizabeth II tersebut juga mendukung komitmen pemerintah Indonesia untuk melakukan dialog damai antara rakyat Papua dengan pemerintah sebagai solusi efektif untuk menyelesaikan segala permasalahan yang timbul di daerah ini.

Ditambahkannya, pemerintah Kerajaan Inggris turut pula menjunjung penegakkan hak-hak asasi manusia (HAM) dan mendukung segala usaha penyelesaian masalah mengenai hal tersebut.

Keinginan untuk Papua untuk memisahkan diri dari Indonesia hingga kini masih disuarakan beberapa pihak yang merasa tidak puas dengan sejarah integrasi Irian Barat, terutama dengan hasil penentuan pendapat rakyat yang dilaksanakan pada 1969 silam.

Selain itu, berbagai macam kasus pelanggaran (HAM) di daerah ini masih terus mencuat akibat belum tuntasnya langkah-langkah penyelesaian yang ditempuh pemerintah.

Dukungan terhadap dipertahankannya Papua dalam NKRI menjadi salah satu faktor terpenting agar kegiatan-kegiatan pembangunan yang sedang dijalankan pemerintah dan masyarakat Papua dapat berjalan optimal, yang menjadi isu utama dalam dialog antara Duta Besar Kerajaan Inggris dengan Gubernur Papua.

Dalam dialog tersebut, Hatfull menjelaskan, banyak hal yang telah dibicarakan untuk pembangunan Papua ke depan, yang paling utama adalah mengenai ekonomi daerah Papua.

Berikutnya adalah tentang pengolahan hutan Papua agar dapat memberi kontribusi pada kondisi perubahan iklim global. Hal ini juga sebagai langkah menuju Konferensi Iklim Global di Kopenhagen, Denmark yang direncanakan digelar pada Desember 2009 mendatang.( ant )

Selasa, 09 Februari 2010

sejarah papua dalam NKRI sudah benar


proindonesiaSejarah Papua Dalam NKRI Sudah Benar
Jumat, 21 Agustus 2009 | 06:20 WIB

JAYAPURA, KOMPAS.com--Sejarah masuknya Irian Barat (Papua) ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah benar sehingga tidak perlu dipertanyakan dan diutak-atik lagi.

Hal tersebut diungkapkan Tokoh Pejuang Papua, Ramses Ohee di Jayapura, Kamis menanggapi sejumlah kalangan yang masih mempersoalkan sejarah masuknya Papua ke dalam wilayah Indonesia yang telah ditetapkan melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada 1969 silam.

Ramses menegaskan, ada pihak-pihak yang sengaja membelokkan sejarah Papua untuk memelihara konflik di Tanah Papua.

"Sejarah masuknya Papua ke dalam NKRI sudah benar, hanya saja dibelokkan sejumlah warga tertentu yang kebanyakan generasi muda," ujarnya.

Lebih lanjut dijelaskannya, fakta sejarah menunjukkan keinginan rakyat Papua bergabung dengan Indonesia sudah muncul sejak pelaksanaan Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928.

"Sayangnya, masih ada yang beranggapan bahwa Sumpah Pemuda tidak dihadiri pemuda Papua. Ini keliru, karena justru sebaliknya, para pemuda Papua hadir dan berikrar bersama pemuda dari daerah lainnya. Ayah saya, Poreu Ohee adalah salah satu pemuda Papua yang hadir pada saat itu," ujar Ramses.

Adapun mengenai pihak-pihak yang memutarbalikkan sejarah dan masih menyangkal kenyataan integrasi Papua ke dalam NKRI, Ramses tidak menyalahkan mereka karena minimnya pemahaman atas hal tersebut.

Menurutnya, hal yang perlu disadari adalah bahwa keberadaan negara merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga seharusnya disyukuri dengan memberikan kontribusi positif bagi pembangunan di Papua.

Berdasarkan catatan sejarah, pada 1 Oktober 1962 pemerintah Belanda di Irian Barat menyerahkan wilayah ini kepada Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) melalui United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) hingga 1 Mei 1963. Setelah tanggal tersebut, bendera Belanda diturunkan dan diganti bendera Merah Putih dan bendera PBB.

Selanjutnya, PBB merancang suatu kesepakatan yang dikenal dengan "New York Agreement" untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat Irian Barat melakukan jajak pendapat melalui Pepera pada 1969 yang diwakili 175 orang sebagai utusan dari delapan kabupaten pada masa itu.

Hasil Pepera menunjukkan rakyat Irian Barat setuju untuk bersatu dengan pemerintah Indonesia.

integrasi papu ke indonesia sudah final



WAMENA -Puncak peringatan kembalinya Papua ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dilaksanakan di Monumen Pepera Wamena, Jumat (1/5) dan dihadiri Muspida di lingkungan Pemkab Jayawijaya, veteran, TNI/Polri, Tomas, Todat, Toga, organisasi pemuda dan mahasiswa.
Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu, SH dalam sambutannya yang dibacakan Asisten II Setda Jayawijaya, Gad P Tabuni mengatakan, peringatan hari kembalinya Papua ke pangkuan NKRI mempunyai arti penting khususnya bagi pendidikan politik dan perluasan bagi bangsa Indonesia.
Peringatan tersebut telah terjadi peristiwa sejarah penting bagi rakyat Papua yaitu proses integrasi Papua ke dalam pangkuan NKRI melalui cara dan prosedur yang sah dan demokrasitis serta sudah diterima oleh masyarakat internasional.
Dikatakan, sehubungan dengan peringatan ini adalah sangat penting bahwa perlu melihat kembali segala pembangunan yang telah dilaksanakan sejak integrasi itu. "Dengan segala keterbatasan, kita telah melangkah maju mengukir segala hasil pembangunan hingga sampai era pembangunan yang harus dilaksanakan dalam kerangka UU Otsus,"tandasnya.


Meski Otsus sudah ada, tapi masih banyak masyarakat Papua yang miskin dan tidak dapat menolong dirinya sendiri di atas harta kekayaan mereka sendiri, oleh karena itu, di era kepeminpinannya, ada berbagai konsep besar yang telah digariskan untuk dilaksanakan yaitu dengan Respek yang sudah memasuki tahun ketiga.
Selaku Gubernur, pihaknya mengajak semua komponen masyarakat di Tanah Papua untuk menghilangkan perbedaan persepsi tentang persoalan intergrasi Papua ke dalam NKRI karena keberadaan Papua dalam wadah NKRI sudah final sesuai revolusi PBB No 2504 yang menyatakan Irian Barat (Papua) merupakan bagian integral dari NKRI.
Peringatan Kembali Papua ke NKRI juga diperingatai di merauke dalam bentuk upacara dengan inspektur upacara Wakil Bupati Merauke Drs Waryoto, M.Si.
Dalam sambutannya, Wabup Waryoto lebih banyak menjelaskan sejarah bagaimana Papua bisa bergabung kembali ke pangkuan NKRI. Yang menurutnya, pada tahun1945, beberapa tokoh pergerakan dari Jawa diasingkan oleh Belanda ke Irian Barat dan mereka berhasil melarikan diri ke Australia dan Pemerintah Australia mengembalikan mereka ke Indonesia karena adanya kesepakatan antara Australia dan Belanda sehingga mereka memanfaatkan kesepakatan tersebut untuk membentuk organisasi anti Belanda yang disebut organisasi Bawah Tanah ikut Republik Indonesia anti Nederland.
SUMBER CENDERAWASIHPOS

Diposkan oleh ADMIN KOMUNITAS PANIAI di 5.5.09

Label:komunitas pan

integrasi timtim


Integrasi Timor Timur
Posted on July 17, 2008 by bhayu

Di tahun 1976, Presiden Soeharto menetapkan Timor-Timur sebagai provinsi termuda R.I. saat itu. Nomor urutnya 27. Hal ini ditandai dengan serah-terima duplikat Sang Saka Merah Putih dan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia kepada dua putra Timor: Arnoldo Dos Reis Araujo dan Francisco Lopes Da Cruz. Melalui UU No. 7/1976, MPR/DPR mengesahkan prosesi pengintegrasian wilayah bekas jajahan Portugal itu ke pangkuan Republik Indonesia. Kedua nama di atas kemudian menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur pertama Timor-Timur. Semenjak awalnya, wilayah ini memang sarat konflik. Ditinggalkan begitu saja tanpa tanggung-jawab oleh Portugal, penduduk di wilayah ini saling bertikai. Sudah sejak lama terjadi friksi antara dua wilayah utama di sana: Timor-Timur Barat dan Timor-Timur Timur. Pertikaian menjurus kepada kekacauan sipil dan perang saudara. Ditambah lagi kekuatiran akan berubahnya negeri itu jadi komunis, pemerintah Amerika Serikat melalui CIA melobby pemerintah Indonesia untuk bertindak cepat. Merasa mendapat angin, pemerintah Soeharto bergerak cukup cepat. Operasi intelijen dilaksanakan untuk menggalang dukungan pro-Indonesia. Operasi militer bertajuk “Operasi Seroja” pun digelar. Kekuatan ABRI untuk pertama kalinya digelar secara massif oleh pemerintah Orde Baru. Singkat kata, operasi militer berhasil karena Fretilin sebagai partai yang anti Indonesia ternyata tidak sekuat digembar-gemborkan. Operasi intelijen pun berhasil dengan mengupayakan memenangkan hati rakyat. Sayangnya, keberhasilan mengambil hati rakyat tidak berlanjut. Di kemudian hari, upaya melakukan pembangunan di provinsi itu terganjal sikap aparat keamanan yang sewenang-wenang. Konflik di Timor-Timur seolah dipelihara sebagai ajang latihan perang. Pelanggaran HAM terjadi dengan telanjang. Akibatnya rakyat Timor-Timur muak. Dengan lobby internasional yang kuat, didahului dengan penyerahan hadiah Nobel Perdamaian 1996 bagi tokoh pemberontak Fretilin Ramos Horta dan Uskup Dili yang condong ke arah kemerdekaan Mgr.Belo, pamor diplomasi Indonesia merosot drastis. Padahal waktu itu Menlu Indonesia dijabat Ali Alatas yang jago diplomasi dan sempat dinominasikan menjadi Sekjen PBB. Kekacauan koordinasi dan arogansi aparat keamanan menyebabkan upaya diplomasi internasional menjadi sia-sia. Momentum datang ketika Soeharto yang berupaya keras mempertahankan Timor-Timur di pelukan republik tumbang dari kekuasaan. Habibie yang menggantikannya ingin terkesan demokratis dan berupaya meraih simpati. Ia setuju mengadakan jajak pendapat. Laporan intelijen menguatkan keyakinannya bahwa mayoritas masyarakat Timor-Timur masih ingin bergabung dengan Indonesia. Tapi realitas bicara lain. Dalam jajak pendapat yang difasilitasi PBB itu, pro-integrasi dikalahkan pro-kemerdekaan. Meski ada berbagai keanehan dalam proses jajak pendapat, toh dunia internasional mengakuinya. Maka, mau tak mau pemerintah Indonesia pun harus mengakui kalau tidak ingin mendapatkan sanksi internasional. Maka, pada 25 Oktober 1999, Indonesia menyerahkan provinsi itu kepada PBB. TNI secara resmi meninggalkan Timor-Timur pada 30 Oktober 1999 dengan upacara penurunan bendera merah-putih. Timor-Timur berpaling pada Portugal, negeri yang pernah menjajahnya selama 450 tahun dan kemudian menelantarkannya. Nama Republica Democratica da Timor Leste dipilih sebagai nama negeri. “Leste” adalah “Timur” dalam bahasa Portugis. Bahasa Portugis yang asing dan bahasa asli Tetum yang nyaris punah dijadikan bahasa resmi. Tatanan hukum dan pemerintahan Portugal diimpor. Akhirnya pada 20 Mei 2001, pada tanggal yang diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional di Indonesia, Bumi Pertiwi justru kehilangan saudara mudanya. Dengan upacara mewah yang didanai PBB, negeri baru telah lahir di bumi. Padahal kalau kita ke sana, jelas sekali kalau mereka adalah saudara kita mengingat rumpun yang sama dengan saudaranya di Timor Barat. Itu semua gara-gara eksperimen politik penguasa dan petualangan perang para tentara tak tahu malu.

timtim setelah jajak pendapat





Minggu, 07 Februari 2010

panglima pejuang prointegrasi


urico Guterres
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Eurico Guterres

Eurico Barros Gomes Guterres (lahir 17 Juli 1971 ;umur 38 tahun) adalah seorang milisi pro-Indonesia atau anti-kemerdekaan Timor Timur yang direkrut oleh militer Indonesia. Ia dituduh terlibat dalam sejumlah pembantaian di Timor Timur, dan merupakan pemimpin milisi utama pada pembantaian pasca-referendum dan penghancuran ibu kota Dili.

Guterres dinyatakan bersalah dan dijatuhkan hukuman 10 tahun penjara pada November 2002. Putusan ini kemudian dikuatkan hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Ia baru mulai dipenjarakan pada tahun 2006 setelah gagal dalam upaya banding yang diajukan.[1] Pada April 2008, Guterres yang mengajukan peninjauan kembali, dibebaskan dari segala tuduhan melalui keputusan Mahkamah Agung yang menyatakan telah menemukan "bukti baru".[2]

Pada Agustus 2003 ia membentuk Laskar Merah Putih di Papua.

Pemimpin Elsham, Aloysius Renwarin, melaporkan bahwa Guterres sudah memiliki 200 anggota yang terdiri dari orang-orang dari Maluku, Timor dan Sulawesi pada Desember 2003 ketika Guterres dengan penuh percaya diri meminta pemerintah setempat untuk memberikan kepadanya kantor organisasi di Timika, Papua. Ditambah dengan pengangkatan Brigjen. Timbul Silaen (yang dikenai tuduhan oleh PBB) sebagai kepala polisi Papua, rakyat Papua khawatir bahwa Guterres bersama Laskar Merah Putihnya akan diberikan kebebasan bergerak dan melakukan apa saja terhadap penduduk Papua.Sampai sekarang , beliau duduk di parpol ,yaitu PAN (Partai Amanat Nasional)dengan duduk sebagai Ketua DPW(Dewan Pimpinan Wilayah) Nusa Tenggara Timur.
[sunting] Latar belakang

Guterres dilahirkan di Uatulari (dekat Viqueque), Timor Timur. Pada 1976 kedua orangtuanya dibunuh oleh TNI karena pandangan-pandangan mereka yang pro-Fretilin. Meskipun Guterres belakangan menuduh Fretilin sebagai penyebab kematian mereka, hal itu dilakukannya setelah ia berubah haluan dan mendukung Indonesia.

Eurico yang masih muda dibesarkan oleh seorang warga sipil Indonesia, dan kemudian dikirim untuk belajar di sekolah Katolik Hati Kudus Yesus di Becora, Dili. Ia putus sekolah di SMA dan terlibat dalam kegiatan gangster kecil-kecilan, termasuk menjadi pelindung sebuah tempat judi bola guling di Tacitolu, Dili.

Pada 1988 intel militer Indonesia menahannya dengan tuduhan bahwa ia terlibat dalam komplotan untuk membunuh Presiden Soeharto, yang akan mengunjungi Dili bulan Oktober tahun itu. Pada saat itu Guterres berubah dari seorang yang pro-kemerdekaan menjadi pro-Indonesia. Ia bekerja sebagai seorang informan untuk Kopassus dan agen ganda terhadap gerakan kemerdekaan hingga ia dipecat pada sekitar 1990.

Prabowo, yang saat itu menjadi seorang perwira anti-pemberontakan, menaruh perhatian khusus terhadap kemampuannya, dan pada 1994 merekrutnya menjadi bagian dari Gardapaksi. Ini adalah sebuah organisasi yang memberikan pinjaman dengan bunga rendah untuk memulai usaha kecil, tetapi juga menggunakan mereka sebagai informan dan dalam satuan pro militer. Gubernur Abilio Soares sangat mendukung Gardapaksi, yang kemudian mempunyai catatan panjang dalam pelanggaran hak-hak asasi manusia.

Pada 1997 dengan ijazah SMA yang konon disediakan oleh militer, Guterres mulai belajar ekonomi di sebuah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) yang dikelola oleh Filomeno Hornay yang pro integrasi. Guterres hanya belajar selama tiga semester. Ia menikah dengan kemenakan Uskup Nascimento dari Baucau, dan mempunyai tiga orang anak.

Guterres adalah tertuduh utama milisi dalam Pembantaian di Gereja Liquiçá pada April 1999.
[sunting] Referensi

1. ^ Jakarta judges clear ex-militia leader over Timor carnage, The Age, 6 April 2008
2. ^ Eurico Guterres Bebas, Tempo Interaktif,

Sabtu, 06 Februari 2010

pejuang pro indonesia


08/2009 15:06
Liputan6.com, Jakarta: Lelaki brewok dan berambut gondrong itu tampak bersemangat mengibarkan bendera Merah Putih yang sesekali diciumnya. Ia pun tenggelam dalam kerumunan wartawan dan sejumlah pendukung, sesaat sebelum meninggalkan Cipinang, penjara di bilangan Jakarta Timur. Pria kekar berpostur sedang itu adalah Eurico Guterres, mantan wakil komandan milisi pro-integrasi Timor Timur. Ketika itu, tepatnya Senin pekan kedua April tahun silam, Eurico baru saja bebas. Selama dua tahun ia mendekam di penjara dalam kasus pelanggaran berat hak asasi manusia saat kerusuhan di Timor Timur, pascajajak pendapat 30 Agustus 1999.

Eurico Barros Gomes Guterres, kelahiran Viqueque, Timor Timur, adalah pejuang integrasi Timor Timur yang disebut-sebut direkrut oleh militer Indonesia. Ia dituduh terlibat dalam sejumlah pembantaian di Timor Timur. Eurico dituding pula sebagai pemimpin milisi utama yang terlibat pembantaian pascareferendum dan penghancuran Dili, ibu kota Timor Timur--nama Timor Leste sebelum lepas dari Indonesia.

Eurico dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman 10 tahun penjara pada November 2002. Putusan ini kemudian dikuatkan hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Ia baru mulai dipenjarakan pada tahun 2006, setelah gagal dalam upaya banding yang diajukan.

Dalam persidangan maraton di Pengadilan Tinggi Hak Asasi Manusia Ad Hoc, Eurico didakwa sebagai provokator dalam penyerangan rumah Manuel Viegas Carascalao, 17 April 1999, sehingga menewaskan 12 orang dan mencederai puluhan lainnya. Namun, pada April 2008, Eurico yang mengajukan peninjauan kembali, dibebaskan dari segala tuduhan melalui keputusan Mahkamah Agung yang menyatakan telah menemukan novum atau bukti baru.

Beberapa saat setelah menghirup udara kebebasan mantan Komandan Milisi Aitarak ini menggelar jumpa pers. Eurico menyatakan: "Orang yang sudah diadili, orang yang sudah dihukum karena kasus yang sama, tidak mungkin, tidak bisa diadili untuk kedua kalinya". Ia mengatakan telah menjalani aturan hukum di Indonesia. Tapi, dirinya tak akan mematuhi hukum internasional yang akan mengadilinya.

Dengan keluarnya Eurico Guterres dari penjara, berarti 18 terdakwa (dari militer dan kepolisian) kasus pelanggaran HAM Timor Timur telah dibebaskan. Empat tahun sebelumnya, Abilio Jose Osorio Soares, mantan Gubernur Timor Timur periode 1992 hingga 2002. yang juga menjadi terpidana kasus pelanggaran HAM di Timtim dibebaskan. Dia bisa menghirup udara bebas dari Penjara Cipinang setelah Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang membatalkan vonis tiga tahun majelis hakim Peradilan Ad Hoc HAM, pertengahan Agustus 2002.

***

Jauh sebelumnya, tepatnya 22 September 1999, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah membentuk Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM di Timor Timur. KPP HAM yang diketuai Albert Hasibuan kemudian memusatkan perhatian pada kasus-kasus utama sejak Januari sampai Oktober 1999. Kasus-kasus itu meliputi: pembunuhan di kompleks Gereja Liquica, 6 April; penculikan enam orang warga Kailako, Bobonaro 12 April; pembunuhan penduduk sipil di Bobonaro; penyerangan rumah Manuel Carrascalao, 17 April; penyerangan Diosis, Dili, 5 September; penyerangan rumah Uskup Belo, 6 September; pembakaran rumah penduduk di Maliana, 4 September; penyerangan kompleks Gereja Suai, 6 September; pembunuhan di Polres Maliana, 8 September; pembunuhan wartawan Belanda Sander Thoenes, 21 September; pembunuhan rombongan rohaniwan dan wartawan di Lospalos, 25 September; dan kekerasan terhadap perempuan.

Di tahun 1999, suhu politik dan keamanan di Timor Timur, memang kian panas [Baca: Keluar Juga Kerikil dalam Sepatu Itu]. Dalam kesaksian saat persidangan terhadap Tono Suratman, bekas Komandan Resor Militer Wiradharma, mantan Panglima TNI Jenderal Wiranto mengakui tahu kerusuhan bakal terjadi setelah pemerintah menyampaikan dua opsi (otonomi atau kemerdekaan) kepada masyarakat Timor Timur. Namun, menurut Wiranto, pasukan TNI tidak bisa menghentikannya. "Daerah Timor Timur memang rawan konflik. Kami sudah mencegah, kalau nggak pasti sudah terjadi perang saudara," kata Wiranto.

***

Memang, saat itu, dalam waktu bersamaan muncul berbagai kebijakan politik dan keamanan terhadap Timor Timur. Ini kemudian justru memperkuat kelompok-kelompok sipil bersenjata yang dikenal sebagai milisi dan meningkatnya bentuk-bentuk kekerasan. Serta, munculnya reaksi dari kelompok masyarakat pro-kemerdekaan. Bentrokan fisik maupun bersenjata pun kerap terjadi di antara kedua kelompok.

Berdasarkan laporan Pangdam Udayana Mayor Jenderal TNI Adam R. Damiri kepada Feisal Tanjung--Menteri Koordinator Politik Keamanan saat itu, dinyatakan bahwa kelompok pro-integrasi dimotori oleh para pemuda yang mendirikan organisasi cinta merah putih. Laporan-laporan lainnya menyebutkan para pemuda yang membentuk organisasi cinta merah putih tersebut sebelumnya adalah anggota Gada Paksi atau Garda Muda Penegak Integrasi yang dihimpun, dilatih dan dibiayai oleh Kopassus tahun 1994-1995.

Nah, Eurico Guterres yang tak lain pemimpin milisi Aitarak di Dili adalah tokoh dalam Gada Paksi tersebut. Kelompok-kelompok milisi itu lalu bergabung ke dalam Pasukan Pejuang Integrasi dengan panglimanya Joao Tavares dan wakilnya Eurico Guterres serta kepala stafnya, Herminio da Costa da Silva. Kelompok-kelompok pro-integrasi ini menurut keterangan sejumlah bupati dan Gubernur Timor Timur disebut Pam Swakarsa. Keberadaan milisi pro-integrasi pun diakui oleh Jenderal TNI Wiranto.

Institusi kepolisian pun seakan tak berfungsi menerapkan tindakan hukum dalam kasus-kasus kekerasan. Soal ini, mantan Kepala Kepolisian Daerah Timor Timur semasa pelaksanaan jajak pendapat, Timbul Silaen, menilai beberapa peristiwa penyerangan yang terjadi disebabkan oleh dua hal. "Ada lubang-lubang yang tidak tuntas dalam pelaksanaan kesepakatan itu (kesepakatan otonomi khusus Timor Timur)," ujar dia, dalam forum dengar pendapat yang digelar Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia-Timor Leste, awal Mei 2007.

Menurut Timbul, ketika kesepakatan itu ditandatangani, ada proses kantongisasi pelucutan senjata. "Pelucutan senjatanya tidak beres. Katanya senjata harus dilucuti dan dikumpulkan, tapi ternyata tidak," ujar dia. Akibatnya, penyerangan terus terjadi. Faktor percepatan pelaksanaan jajak pendapat, menurut Timbul juga menjadi salah satu faktor.

***

Akhirnya, hasil jajak pendapat menunjukkan hanya 21,5 persen rakyat Timor Timur menerima Otonomi Khusus dan tetap bergabung dengan NKRI, seperti yang ditawarkan Presiden B.J. Habibie. Selebihnya, 78,5 persen menolak tawaran tersebut dan memilih lepas dari Indonesia. Setelah itu, kelompok pro-integrasi menyambut hasil jajak pendapat dengan “membumihanguskan” Bumi Loro Sae. Opsi yang ditawarkan Presiden Habibie dituding sebagai sumber malapetaka.

Ibarat jarum jam yang terus berputar ke depan, kala itu sejarah tidak bisa diulang di Timor Timur. Seperti pada 1975, sewaktu beberapa kelompok politik di sana menyatakan bergabung dengan Indonesia.

Setelah lepas, bekas provinsi ke-27 Indonesia itu berada dalam naungan pemerintahan sementara PBB di Timtim atau UNTAET [Baca: UNTAET Muluskan Bisnis Aussie]. Dan, pada 20 Mei 2002, Timor Timur menjadi negara baru: Republik Demokrat Timor Leste.(ANS/ROM)

Rabu, 03 Februari 2010

posisi geografis

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau. Indonesia terbentang antara 6 derajat garis lintang utara sampai 11 derajat garis lintang selatan, dan dari 97 derajat sampai 141 derajat garis bujur timur serta terletak antara dua benua yaitu benua Asia dan Australia/Oceania. Posisi strategis ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kebudayaan, sosial, politik, dan ekonomi.

Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Apabila perairan antara pulau-pulau itu digabungkan, maka luas Indonesia menjadi1.9 juta mil persegi,

Lima pulau besar di Indonesia adalah : Sumatera dengan luas 473.606 km persegi, Jawa dengan luas 132.107 km persegi, Kalimantan (pulau terbesar ketiga di dunia) dengan luas 539.460 km persegi, Sulawesi dengan luas 189.216 km persegi, dan Papua dengan luas 421.981 km persegi.

SEJARAH GEOLOGI

Pulau-pulau Indonesia terbentuk pada jaman Miocene (12 juta tahun sebelum masehi); Palaeocene ( 70 juta tahun sebelum masehi); Eocene (30 juta tahun sebelum masehi); Oligacene (25 juta tahun sebelum masehi). Sehubungan dengan datangnya orang-orang dari tanah daratan Asia maka Indonesia dipercaya sudah ada pada jaman Pleistocene (4 juta tahun sebelum masehi). Pulau-pulau terbentuk sepanjang garis yang berpengaruh kuat antara perubahan lempengan tektonik Australia dan Pasifik. Lempengan Australia berubah lambat naik kedalam jalan kecil lempeng Pasifik, yang bergerak ke selatan, dan antara garis-garis ini terbentanglah pulau-pulau Indonesia.

Ini membuat Indonesia sebagai salah satu negara yang paling banyak berubah wilayah geologinya di dunia. Pegunungan-pegunungan yang berada di pulau-pulau Indonesia terdiri lebih dari 400 gunung berapi, dimana 100 diantaranya masih aktif. Indonesia mengalami tiga kali getaran dalam sehari, gempa bumi sedikitnya satu kali dalam sehari dan sedikitnya satu kali letusan gunung berapi dalam setahun.

DEMOGRAFI

Penduduk Indonesia dapat dibagi secara garis besar dalam dua kelompok. Di bagian barat Indonesia penduduknya kebanyakan adalah suku Melayu sementara di timur adalah suku Papua, yang mempunyai akar di kepulauan Melanesia. Banyak penduduk Indonesia yang menyatakan dirinya sebagai bagian dari kelompok suku yang lebih spesifik, yang dibagi menurut bahasa dan asal daerah, misalnya Jawa, Sunda atau Batak.

Selain itu juga ada penduduk pendatang yang jumlahnya minoritas diantaranya adalah Etnis Tionghoa, India, dan Arab. Mereka sudah lama datang ke nusantara dengan jalur perdagangan sejak abad ke 8 SM dan menetap menjadi bagian dari Nusantara. Di Indonesia terdapat sekitar 3% populasi etnis Tionghoa. Angka ini berbeda-beda karena hanya pada tahun 1930-an terakhir kalinya pemerintah melakukan sensus dengan menggolong-golongkan masyarakat Indonesia ke dalam suku bangsa dan keturunannya.

Islam adalah agama mayoritas yang dipeluk oleh sekitar 85,2% penduduk Indonesia, yang menjadikan Indonesia negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia. Sisanya beragama Protestan (8,9%); Katolik (3%); Hindu (1,8%); Buddha (0,8%); dan lain-lain (0,3%).

Kebanyakan penduduk Indonesia bertutur dalam bahasa daerah sebagai bahasa ibu, namun bahasa resmi Indonesia, bahasa Indonesia, diajarkan di seluruh sekolah-sekolah di negara ini dan dikuasai oleh hampir seluruh penduduk Indonesia.

dasar negara

DASAR NEGARA

Pancasila adalah filosofi dasar negara Indonesia yang berasal dari dua kata sansekerta, “panca” artinya lima, dan “sila” artinya dasar. Pancasila terdiri atas lima dasar yang berhubungan dan tidak dapat dipisahkan, adalah :

1. Ketuhanan yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Indonesia merupakan negara demokrasi yang dalam pemerintahannya menganut sistem presidensiil, dan Pancasila ini merupakan jiwa dari demokrasi. Demokrasi yang didasarkan atas lima dasar tersebut dinamakan Demokrasi Pancasila. Dasar negara ini, dinyatakan oleh Presiden Soekarno (Presiden Indonesia yang pertama) dalam Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 194

Ambalat

http://id.wikipedia.org/wiki/Sengketa_blok_maritim_Ambalat

Proses reformasih

Proses reformasi dalam kancah politik Indonesia telah berjalan sejak 1998[rujukan?] dan telah menghasilkan banyak perubahan penting.

Di antaranya adalah pengurangan masa jabatan menjadi 2 kali masa bakti dengan masing-masing masa bakti selama 5 tahun untuk presiden dan wakil presiden, serta dilaksanakannya langkah-langkah untuk memeriksa institusi bermasalah dan keuangan negara. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang fungsinya meliputi: melantik presiden dan wakil presiden (sejak 2004 presiden dipilih langsung oleh rakyat), menciptakan Garis Besar Haluan Negara (GBHN), mengamandemen UUD dan mengesahkan undang-undang. MPR beranggotakan 695 orang yang meliputi seluruh anggota DPR yang beranggotakan 560 orang ditambah 132 orang dari perwakilan daerah yang dipilih dari masing-masing DPRD tiap-tiap provinsi serta 65 anggota yang ditunjuk dari berbagai golongan profesi.

DPR, yang merupakan institusi legislatif, mencakup 462 anggota yang terpilih melalui sistem perwakilan distrik maupun proporsional (campuran). Sebelum pemilu 2004, TNI dan Polri memiliki perwakilan di DPR dan perwakilannya di MPR akan berakhir pada tahun 2009. Perwakilan kelompok golongan di MPR telah ditiadakan pada 2004. Dominasi militer di dalam pemerintahan daerah perlahan-lahan menghilang setelah peraturan yang baru melarang anggota militer yang masih aktif untuk memasuki dunia politik.

Politik Indonesia

Indonesia adalah sebuah negara republik berdasarkan UUD 1945. Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan murni atau pure separation of powers, melainkan partial separation of powers atau pembagian kekuasaan, dengan sentral berada pada pemerintah Indonesia, hal ini tercermin dari dimilikinya sebagian kekuasaan yudikatif dan kekuasaan legislatif oleh presiden (eksekutif). Kekuasaan yang dimiliki eksekutif dalam bidang yudikatif meliputi pemberian grasi, abolisi, amnesti dan rehabilitasi oleh presiden, namun harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Sedangkan kekuasaan eksekutif dalam bidang legislatif meliputi menetapkan Perpu dan Peraturan Pemerintah. Sistem pemerintahan Indonesia sering disebut sebagai "sistem pemerintahan presidensial dengan sifat parlementer". Setelah Kerusuhan Mei 1998 yang berujung pada lengsernya Presiden Soeharto, reformasi besar-besaran segera dilakukan di bidang politik.

timtim setelah jajak pendapat 1999

timtim setelah jajak pendapat 1999
menurut Vicente, mantan Ketua Sinode Gereja Protestan setempat, berintegrasinya Timor Timor ke NKRI bagaikan seorang anak yang hilang dan kembali kepangkuan ibunya. Dalam jajak pendapat tahun 1999 hasilnya dimenangi masyarakat "Prokem" (Pro Kemerdekaan) dengan perbandingan suara 71 dengan 29, tetapi berdasarkan sejarah suku etnis Timor Timur dengan Timor Barat tidak pernah bisa terpisahkan. Dari berbagai sisi seperti bahasa dan adat istiadat, masyarakat Timor Timur yang mendiami wilayah Timur dan masyarakat Timor Barat yang mendiami wilayah Barat, memiliki kesamaan yang tidak terpisahkan. "Kalaupun sekarang kedua bersaudara itu harus terpisah karena kepentingan politik, tetapi keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, dan masyarakat Timor Timur akan aman bila kembali bersatu dengan saudara-saudaranya di Timor Barat," katanya. Menjawab pertanyaan, Satriawan yang senantiasa mengikuti perkembangan wilayah negara Timor Leste menyatakan berdasarkan fakta saat masyarakat Timor Timor berintegrasi dengan NKR tahun 1976 hingga 1999, daerah itu relatif aman dan masyarakatnya menikmati kesejahteraan. Dibanding dengan masa penjajahan Portugis dan setelah mendapatkan kemerdekaan tahun 2001, maka masa "emas" bagi masyarakat Timor Timur adalah saat berintegrasi (1976 s/d 1999). Itu sebabnya, tidak sedikit masyarakat Timor Leste yang setelah merdeka dan melepaskan diri dari NKRI menyesal, karena janji Uskup Belo (pimpinan Gereja Katholik pada masa itu) akan hidup lebih sejahtera setelah merdeka, ternyata tidak kunjung nyata. Bahkan perang saudara kian menjadi, pertikaian antar kelompok etnis yang ada justru semakin tidak terkendali, kehidupan kian susah, karena harga-harga sandang-pangan mengalami peningkatan luar biasa. Masyarakat sangat merindukan kehidupan d imasa-masa integrasi, sehingga peluang kembalinya masyarakat Timor Timur kepangkuan Ibu Pertiwi kian besar. Suka tidak suka, cepat atau lambat, pemerintah Indonesia harus mempersiapkan diri. "Memang terlepasnya Timor Timur pasca jajak pendapat merupakan pengalaman yang sangat pahit bagi bangsa Indonesia. Tetapi demi kemanusiaan, Indonesia tidak mungkin mampu menolak keinginan kembalinya masyarakat Timor Timur ke pangkuan Ibu Pertiwi. Ibarat anak yang hilang tidak mungkin orangtua melakukan penolakan," demikian Satriawan Sahak.( ant/Cn07 )

timtim setelah jajak pendapat 1999

timtim setelah jajak pendapat 1999
eluang Kembalinya Timtim ke Pangkuan RI Kian Terbuka Mataram, CyberNews.Pengamat hukum dan politik Universitas Mataram (Unram), H. Satriawan Sahak, SH M.Hum, mengemukakan peluang kembalinya Timor-Timur (Timor Leste,red) ke pangkuan "Ibu Pertiwi" kian terbuka. "Melihat situasi dan kondisi sosial politik yang terjadi di daerah bekas jajahan Portugal itu pasca kemerdekaan setelah jajak pendapat 1999, berpeluang besar kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi," katanya kepada wartawan di Mataram, Minggu. Menurut dia, kondisi sosial politik yang kian memanas, khususnya setelah penembakan warga sipil oleh pasukan perdamaian asal Australia, merupakan wujud tidak mampunya negara-negara asing mengamankan daerah itu dari pergolakan "perang saudara". Perang saudara yang berkepanjangan tidak akan pernah berakhir bila penanganan menggunakan pola-pola Barat, karena karakteristik masyarakat setempat sangat berbeda dengan budaya-budaya asing. Kolonial Portugis pada 1974, pada saat terjadi "Revolusi Bunga" hengkang meninggalkan wilayahya dan membiarkan masyarakat Timor-Timur terlibat perang saudara. Ketidakmampuan mengamankan daerah jajahannya ditandai dengan memberikan "kekuasaan" kepada salah satu partai, yakni Fretelin, sehingga terjadi pergolakan perang saudara yang melibatkan beberapa partai lain seperti UDT, Apodete, Trabalista, Kota. Perang saudara yang berkecamuk didaerah bekas jajahan Portugis tersebut memaksa sebagian besar masyarakat Timor Leste, khususnya dibagian Barat Timor Timur seperti Dili, Liquisa, Ermera, Maliana (Bobonaro), Kovalima, Oecusi mengungsi ke wilayah Timor Barat (Atambua, red). Pengungsian seperti itu bukan hanya terjadi saat berkecamuknya perang saudara tahun 1974/1976 dan pasca jajak pendapat tahun 1999, tetapi beberapa kali sebelumnya saat terjadi pemberontakan masyarakat Timor Timur terhadap negara kolonial Portugis. Berdasarkan catatan sejarah, pergolakan yang terjadi dalam masyarakat Timor Timur (Timor Leste) tidak akan pernah reda selama ditangani orang atau pihak asing. "Seorang tokoh pejuang dan tokoh agama Timor-Iimur almarhum Pendeta Vicente pernah menyatakan bahwa berintegrasinya Timor-Timur ke NKRI merupakan kehendak Tuhan Yang Maha Esa," katanya.