sang saka

sang saka
berkibarlah benderakuh, lambang suci gaga berani. berkibarlah di seluruh tanah indonesia

INDONESIA RAYA

halaman utama

Sabtu, 13 Februari 2010

PEMERINTAHAN INGGRIS DUKUNG INTEGRASI PAPUA KE NKRI

proindonesiaayapura ( Berita ) : Pemerintah Kerajaan Inggris mendukung sepenuhnya integrasi Papua dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menolak segala bentuk aktivitas yang mengarah pada tuntutan untuk memerdekakan diri dari wilayah Indonesia.

Hal tersebut disampaikan Duta Besar Kerajaan Inggris untuk Indonesia, Martin Hatfull usai melakukan dialog khusus dengan Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu,SH di Jayapura, Senin [14/09] . “Pemerintah Kerajaan Inggris mendukung posisi Papua yang untuk tetap bersatu dengan Indonesia,” tegasnya.

Walaupun demikian lanjutnya, masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki dan dibenahi berkaitan dengan kondisi sosial dan politik di Papua dalam rangka mengakomodir aspirasi rakyat di provinsi paling timur Indonesia ini.

Oleh sebab itu lanjutnya, pemerintah Kerajaan Inggirs yang dipimpin Ratu Elizabeth II tersebut juga mendukung komitmen pemerintah Indonesia untuk melakukan dialog damai antara rakyat Papua dengan pemerintah sebagai solusi efektif untuk menyelesaikan segala permasalahan yang timbul di daerah ini.

Ditambahkannya, pemerintah Kerajaan Inggris turut pula menjunjung penegakkan hak-hak asasi manusia (HAM) dan mendukung segala usaha penyelesaian masalah mengenai hal tersebut.

Keinginan untuk Papua untuk memisahkan diri dari Indonesia hingga kini masih disuarakan beberapa pihak yang merasa tidak puas dengan sejarah integrasi Irian Barat, terutama dengan hasil penentuan pendapat rakyat yang dilaksanakan pada 1969 silam.

Selain itu, berbagai macam kasus pelanggaran (HAM) di daerah ini masih terus mencuat akibat belum tuntasnya langkah-langkah penyelesaian yang ditempuh pemerintah.

Dukungan terhadap dipertahankannya Papua dalam NKRI menjadi salah satu faktor terpenting agar kegiatan-kegiatan pembangunan yang sedang dijalankan pemerintah dan masyarakat Papua dapat berjalan optimal, yang menjadi isu utama dalam dialog antara Duta Besar Kerajaan Inggris dengan Gubernur Papua.

Dalam dialog tersebut, Hatfull menjelaskan, banyak hal yang telah dibicarakan untuk pembangunan Papua ke depan, yang paling utama adalah mengenai ekonomi daerah Papua.

Berikutnya adalah tentang pengolahan hutan Papua agar dapat memberi kontribusi pada kondisi perubahan iklim global. Hal ini juga sebagai langkah menuju Konferensi Iklim Global di Kopenhagen, Denmark yang direncanakan digelar pada Desember 2009 mendatang.( ant )

Ambalat

http://id.wikipedia.org/wiki/Sengketa_blok_maritim_Ambalat

Proses reformasih

Proses reformasi dalam kancah politik Indonesia telah berjalan sejak 1998[rujukan?] dan telah menghasilkan banyak perubahan penting.

Di antaranya adalah pengurangan masa jabatan menjadi 2 kali masa bakti dengan masing-masing masa bakti selama 5 tahun untuk presiden dan wakil presiden, serta dilaksanakannya langkah-langkah untuk memeriksa institusi bermasalah dan keuangan negara. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang fungsinya meliputi: melantik presiden dan wakil presiden (sejak 2004 presiden dipilih langsung oleh rakyat), menciptakan Garis Besar Haluan Negara (GBHN), mengamandemen UUD dan mengesahkan undang-undang. MPR beranggotakan 695 orang yang meliputi seluruh anggota DPR yang beranggotakan 560 orang ditambah 132 orang dari perwakilan daerah yang dipilih dari masing-masing DPRD tiap-tiap provinsi serta 65 anggota yang ditunjuk dari berbagai golongan profesi.

DPR, yang merupakan institusi legislatif, mencakup 462 anggota yang terpilih melalui sistem perwakilan distrik maupun proporsional (campuran). Sebelum pemilu 2004, TNI dan Polri memiliki perwakilan di DPR dan perwakilannya di MPR akan berakhir pada tahun 2009. Perwakilan kelompok golongan di MPR telah ditiadakan pada 2004. Dominasi militer di dalam pemerintahan daerah perlahan-lahan menghilang setelah peraturan yang baru melarang anggota militer yang masih aktif untuk memasuki dunia politik.

Politik Indonesia

Indonesia adalah sebuah negara republik berdasarkan UUD 1945. Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan murni atau pure separation of powers, melainkan partial separation of powers atau pembagian kekuasaan, dengan sentral berada pada pemerintah Indonesia, hal ini tercermin dari dimilikinya sebagian kekuasaan yudikatif dan kekuasaan legislatif oleh presiden (eksekutif). Kekuasaan yang dimiliki eksekutif dalam bidang yudikatif meliputi pemberian grasi, abolisi, amnesti dan rehabilitasi oleh presiden, namun harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Sedangkan kekuasaan eksekutif dalam bidang legislatif meliputi menetapkan Perpu dan Peraturan Pemerintah. Sistem pemerintahan Indonesia sering disebut sebagai "sistem pemerintahan presidensial dengan sifat parlementer". Setelah Kerusuhan Mei 1998 yang berujung pada lengsernya Presiden Soeharto, reformasi besar-besaran segera dilakukan di bidang politik.

timtim setelah jajak pendapat 1999

timtim setelah jajak pendapat 1999
menurut Vicente, mantan Ketua Sinode Gereja Protestan setempat, berintegrasinya Timor Timor ke NKRI bagaikan seorang anak yang hilang dan kembali kepangkuan ibunya. Dalam jajak pendapat tahun 1999 hasilnya dimenangi masyarakat "Prokem" (Pro Kemerdekaan) dengan perbandingan suara 71 dengan 29, tetapi berdasarkan sejarah suku etnis Timor Timur dengan Timor Barat tidak pernah bisa terpisahkan. Dari berbagai sisi seperti bahasa dan adat istiadat, masyarakat Timor Timur yang mendiami wilayah Timur dan masyarakat Timor Barat yang mendiami wilayah Barat, memiliki kesamaan yang tidak terpisahkan. "Kalaupun sekarang kedua bersaudara itu harus terpisah karena kepentingan politik, tetapi keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, dan masyarakat Timor Timur akan aman bila kembali bersatu dengan saudara-saudaranya di Timor Barat," katanya. Menjawab pertanyaan, Satriawan yang senantiasa mengikuti perkembangan wilayah negara Timor Leste menyatakan berdasarkan fakta saat masyarakat Timor Timor berintegrasi dengan NKR tahun 1976 hingga 1999, daerah itu relatif aman dan masyarakatnya menikmati kesejahteraan. Dibanding dengan masa penjajahan Portugis dan setelah mendapatkan kemerdekaan tahun 2001, maka masa "emas" bagi masyarakat Timor Timur adalah saat berintegrasi (1976 s/d 1999). Itu sebabnya, tidak sedikit masyarakat Timor Leste yang setelah merdeka dan melepaskan diri dari NKRI menyesal, karena janji Uskup Belo (pimpinan Gereja Katholik pada masa itu) akan hidup lebih sejahtera setelah merdeka, ternyata tidak kunjung nyata. Bahkan perang saudara kian menjadi, pertikaian antar kelompok etnis yang ada justru semakin tidak terkendali, kehidupan kian susah, karena harga-harga sandang-pangan mengalami peningkatan luar biasa. Masyarakat sangat merindukan kehidupan d imasa-masa integrasi, sehingga peluang kembalinya masyarakat Timor Timur kepangkuan Ibu Pertiwi kian besar. Suka tidak suka, cepat atau lambat, pemerintah Indonesia harus mempersiapkan diri. "Memang terlepasnya Timor Timur pasca jajak pendapat merupakan pengalaman yang sangat pahit bagi bangsa Indonesia. Tetapi demi kemanusiaan, Indonesia tidak mungkin mampu menolak keinginan kembalinya masyarakat Timor Timur ke pangkuan Ibu Pertiwi. Ibarat anak yang hilang tidak mungkin orangtua melakukan penolakan," demikian Satriawan Sahak.( ant/Cn07 )

timtim setelah jajak pendapat 1999

timtim setelah jajak pendapat 1999
eluang Kembalinya Timtim ke Pangkuan RI Kian Terbuka Mataram, CyberNews.Pengamat hukum dan politik Universitas Mataram (Unram), H. Satriawan Sahak, SH M.Hum, mengemukakan peluang kembalinya Timor-Timur (Timor Leste,red) ke pangkuan "Ibu Pertiwi" kian terbuka. "Melihat situasi dan kondisi sosial politik yang terjadi di daerah bekas jajahan Portugal itu pasca kemerdekaan setelah jajak pendapat 1999, berpeluang besar kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi," katanya kepada wartawan di Mataram, Minggu. Menurut dia, kondisi sosial politik yang kian memanas, khususnya setelah penembakan warga sipil oleh pasukan perdamaian asal Australia, merupakan wujud tidak mampunya negara-negara asing mengamankan daerah itu dari pergolakan "perang saudara". Perang saudara yang berkepanjangan tidak akan pernah berakhir bila penanganan menggunakan pola-pola Barat, karena karakteristik masyarakat setempat sangat berbeda dengan budaya-budaya asing. Kolonial Portugis pada 1974, pada saat terjadi "Revolusi Bunga" hengkang meninggalkan wilayahya dan membiarkan masyarakat Timor-Timur terlibat perang saudara. Ketidakmampuan mengamankan daerah jajahannya ditandai dengan memberikan "kekuasaan" kepada salah satu partai, yakni Fretelin, sehingga terjadi pergolakan perang saudara yang melibatkan beberapa partai lain seperti UDT, Apodete, Trabalista, Kota. Perang saudara yang berkecamuk didaerah bekas jajahan Portugis tersebut memaksa sebagian besar masyarakat Timor Leste, khususnya dibagian Barat Timor Timur seperti Dili, Liquisa, Ermera, Maliana (Bobonaro), Kovalima, Oecusi mengungsi ke wilayah Timor Barat (Atambua, red). Pengungsian seperti itu bukan hanya terjadi saat berkecamuknya perang saudara tahun 1974/1976 dan pasca jajak pendapat tahun 1999, tetapi beberapa kali sebelumnya saat terjadi pemberontakan masyarakat Timor Timur terhadap negara kolonial Portugis. Berdasarkan catatan sejarah, pergolakan yang terjadi dalam masyarakat Timor Timur (Timor Leste) tidak akan pernah reda selama ditangani orang atau pihak asing. "Seorang tokoh pejuang dan tokoh agama Timor-Iimur almarhum Pendeta Vicente pernah menyatakan bahwa berintegrasinya Timor-Timur ke NKRI merupakan kehendak Tuhan Yang Maha Esa," katanya.